Rabu, 22 April 2015

Wisata dan Sejarah Situs Gunung Padang


Situs Gunung Padang dan Kampung Panggulan, Desa Karyamukti Kecamatan Campaka, Cianjur, yaitu Website megalitik berbentuk punden berundak yang terbesar di Asia Tenggara. Ini mengingat luas bangunan purbakalanya sekitar 900 m2 dengan luas areal situs sendiri kurang lebih sekitar 3 ha. 

Hadirnya situs ini peratama kali terlihat dalam laporan Rapporten van de oudheid-kundigen Dienst (ROD), th. 1914, kemudian dilaporkan NJ Krom th. 1949. pada th. 1979 aparat sehubungan dalam hal pembinaan dan penelitian benda cagar budaya yaitu penilik kebudayaan setempat disusul oleh ditlinbinjarah dan Pulit Arkenas kerjakan peninjauan ke tempat situs. Sejak mulai saat itu usaha penelitian pada situs Gunung Padang mulai ditangani baik dari sudut arkeologis, historis, geologis dan yang lain. 

Bentuk bangunan punden berundaknya mencerminkan rutinitas megalitik (mega berarti besar dan lithos bermakna batu) seperti banyak dijumpai di banyak daerah di Jawa Barat. Situs Gunung Padang yang ada 50 km. dari Cianjur konon yaitu situs megalitik paling besar di Asia Tenggara. Di grup beberapa orang setempat, situs itu disadari sebagai bukti usaha Prabu Siliwangi bangun istana dalam semalam. 


Dibantu oleh pasukannya, ia berusaha mengumpulkan balok-balok batu yang hanya ada di daerah itu. Namun, malam rupanya lebih cepat berlalu. Di ufuk timur semburat fajar telah menggagalkan usaha kerasnya, jadi derah itu lantas ia tinggalkan. Batu-batunya ia biarlah berantakan di atas bukit yang sekarang ini dinamakan Gunung Padang. Padang bermakna terang. 

Punden berundak Gunung Padang, dibangun dengan batuan vulkanik masif yang berbentuk persegi panjang. 

Bangunannya terdiri dari lima teras dengan ukuran berbeda. Batu-batu itu sekalipun belum alami sentuhan tangan manusia dalam arti, belum diakukan atau di buat oleh tangan manusia. 

Balok-balok batu yang jumlahya sangat banyak itu menebar hampir menutupi segi puncak Gunung Padang. Orang-orang setempat menjuluki beberapa batu yang ada di teras-teras itu dengan sebagian nama berbau Islam. Misalnya ada yang disebut meja Kiai Giling Pangancingan, Kursi Eyang Bonang, Jojodog atau tempat duduk Eyang Swasana, sandaran batu Syeh Suhaedin dengan kata lain Syeh Abdul Rusman, tangga Eyang Syeh Marzuki, dan batu Syeh Abdul Fukor.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar