Rabu, 15 April 2015

Wisata dan Sejarah Gunung Bromo

Meletusnya Gunung Bromo bikin saya tertarik untuk mencari legenda cerita atau hikayat sekitar gunung bromo. Searching serta bertanya sama mbah google dengan keyword legenda meletusnya bromo…akhirnya ketemu sama artikel tersebut yang kutip dari inilah. com. Selanjutnya tentang mitos gunung bromo…simak artikel tersebut ya…

Hikayat Suku Tengger
Letusan Bromo Hanya Jeritan Seseorang Bocah

Meletusnya Gunung Bromo dikira juga sebagai peristiwa alam umum. Namun dalam hikayat, Bromo meletus lantaran pesugihan seseorang anak. Suku Tengger memegang teguh keyakinan itu.

Segerombolan orang memaksa masuk ke lokasi kaldera Gunung Bromo. Mereka menekan menerobos kedalam. Penjagaan di pintu masuk sesungguhnya telah ketat. Namun grup orang itu, tidak ingin tahu. Maksud mereka mau mendekat dengan Bromo.

Wakil Gubernur Jawa Timur, Syaifullah Yusuf menyayangkan sikap beberapa orang itu. Namun dia juga heran, waktu Bromo lagi asik meletus, sekumpulan orang itu jadi menuju ke kaldera.

Harusnya, Syaifullah mesti membaca histori. Segerombolan beberapa orang itu tidaklah kawanan umum. Mereka beberapa orang dari suku Tengger. Mereka inilah yang umum menempati lokasi Gunung Bromo.



Dalam wikipedia, dijelaskan suku Tengger itu sekawanan orang yang tinggal menetap di seputar gunung Bromo. Mereka tempati beberapa lokasi Kabupaten Pasuruan, Lumajang, Probolinggo serta Malang. Mereka di kenal patuh serta berpedoman agama Hindu. Suku ini masih tetap yakini keturunan segera dari kerajaan Majapahit.

Dimaksud suku Tengger, juga bukanlah sembarangan. Nama Tengger datang dari Legenda Roro Anteng serta Joko Seger yang dipercaya juga sebagai asal usul nama Tengger itu. “Teng” akhiran nama Roro An-“teng” serta “ger” akhiran nama dari Joko Se-“ger”. Gunung Bromo sendiri diakui mereka juga sebagai gunung suci. Mereka menyebutnya juga sebagai gunung Brahma. Lidah Jawa lalu mengatakan Bromo.

Raja Anteng serta Jaka Seger sendiri tidaklah hikayat umum. Alkisah. Di masa dahulu, ada seseorang putri Raja Brawijaya dengan Permaisuri kejaraan Majapahit. Dialah Raja Anteng.

Anteng pilih mengungsi ke puncak Brahma, saat ini Bromo. Dia pilih mencari kondisi aman lantaran Majapahit tengah dirundung huru-hara. Menuju ke puncak Brahma, Anteng pernah berkunjung sesaat di Desa Krajan. Disana dia seputar satu windu menetap. Selepas itu, perjalanan juga dilanjutkan menuju Pananjakan. Di daerah inilah dia menetap serta mulai bercocok tanam. Anteng berbarengan rombongannya yang tidak banyak, mulai kehidupan baru. Rara Anteng lalu diangkat anak oleh Resi Dadap, seseorang pendeta yang bermukim di Pegunungan Brahma tadi.

Di segi lain, seseorang laki-laki juga alami hal sama. Dia dari Kerajaan Kediri. Lantaran kondisi di kerajaannya tidak menentu, laki-laki itu pilih mencari tempat aman juga. Tersebut Joko Seger.

Joko ini seseorang Jawa dari kasta Brahmana. Kelompok bangsawan. Joko juga jalan menuju puncak Bromo. Namun saat sebelum hingga disana, dia mengasingkan diri ke Desa Kedawung. Maksud Joko menuju Bromo tidak lain sesungguhnya mencari pamannya, yang telah dahulu menetap di puncak Bromo. Namun tidak terang, apakah sang paman itu termasuk juga dalam rombongan Raja Anteng tadi.

Dus, di Desa Kedawung itu, Joko mendengar ada beberapa orang Majapahit yang menetap di Pananjakan. Joko juga bergegas menuju ke sana. Di perjalanan, Joko tersesat. Bak cerita sinetron, dia juga bersua dengan Raja Anteng.

Mulai sejak di sinilah cerita drama ini diawali. Anteng lalu mengajak Joko ke tempat tinggalnya. Mereka tinggal serumah. Cerita juga berlanjut. Anteng dituduh bersenggamma dengan Joko. Beberapa pinisepuh Raja Anteng yang menuduh demikian. Alhasil mereka juga diadili. Joko menolak dianya menggagahi raja Anteng. Namun dia lalu melamar gadis itu. Resi Dadap Putih mengesahkan perkawinan mereka.

Jadilah Raja Anteng serta Joko Seger juga sebagai pasangan suami-istri. Mulai sejak tersebut pengikut mereka di kenal dengan arti “Tengger” tadi.

Sewindu perkawinan mereka jalan, tidak kunjung di beri keturunan. Seseorang pinisepuh merekomendasikan keduanya bertapa serta tiap-tiap th. bertukar arah. Anteng serta Joko juga ikuti. Mereka 6 th. bertapa.

Pertapaan mereka nyatanya tidak percuma. Sang Hyang Widi Wasa menyikapi semedi mereka. Dari puncak Gunung Bromo, keluarlah semburan sinar yang lalu menyusup ke jiwa Raja Anteng serta Joko Seger. Semburan sinar itu tak tahu berupa lava pijar, tidak tahu juga. Yang pasti, kalau saat ini ada lava pijar masuk ketubuh seorang, di pastikan dia akan hangus terbakar. Tetapi cerita Anteng serta Joko ini tidak sama. Mereka digambarkan sakti mandraguna.

Mulai sejak sinar dari Gunung Bromo itu nampak, mendadak secuil pawisik menyampaikan mereka akan dikarunia anak. Namun ada prasyaratnya, anak paling akhir harus dikorban di kawah Gunung Bromo.

Pasangan ini dikarunia 25 anak sesuai sama permintaan mereka, lantaran lokasi Tengger penduduknya amat sedikit. Anak paling akhir bernama R Kusuma.

Bertahun-tahun lalu Gunung Bromo keluarkan semburan api juga sebagai sinyal janji mesti ditepati. Anteng serta Joko itu tidak ikhlas mengorbankan anak bungsu mereka jadikan pesugihan.

R Kusuma lalu disembunyikan di seputar Desa Ngadas. Tetapi semburan api itu hingga juga di Ngadas. Kusuma lalu pergi ke kawah Gunung Bromo. Dari kawah terdengar nada Kusuma agar saudara-saudaranya hidup rukun. Ia ikhlas berkorban juga sebagai wakil saudara-saudaranya serta orang-orang setempat. Ia berpesan, tiap-tiap tanggal 14 Kesada, minta upeti hasil bumi. Namun cerita lain tunjukkan saudara-saudara Kusuma jadi penjaga beberapa tempat lain. Saat ini warga Tengger terus melakukan upacara itu. Mereka menyebutnya dengan nama Kesada. Pada upacara Kesada, dukun senantiasa meriwayatkan cerita Joko Seger – Rara Anteng.

Upacara ini bertempat di suatu pura yang ada dibawah kaki Gunung Bromo utara serta dilanjutkan ke puncak gunung Bromo. Upacara diselenggarakan pada tengah malam sampai awal hari tiap-tiap bln. purnama seputar tanggal 14 atau 15 di bln. kasodo (kesepuluh) menurut penanggalan Jawa.

Saat ini, Bromo kembali meletus. Cuma beberapa orang Tengger yang tidak takut dengan semburan dari gunung itu. Lantaran mereka meyakini, Kusumah telah ada di dalamnya.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar